Berbagai kalangan mengingatkan pemerintah bahwa pembatasan premium dan solar bersubsidi dengan menggunakan" kartu pintar" (smart card) dapat menimbulkan kekacauan apabila pemerintah tidak menyiapkannya secara matang.
Pendapat tersebut disampaikan anggota Komisi VII DPR Alvin Lie dan Sekjen Komite Indonesia untuk Penghematan dan Pengawasan Energi (Kipper) Sofyano Zakaria di Jakarta, Minggu.
Alvin Lie memperkirakan, pemakaian "smart card" akan menimbulkan kekacauan di lapangan yang berakibat distribusi premium dan solar akan terganggu. "Ekonomi akan stagnan dan inflasi tinggi. Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono, red) bisa tumbang, karena ini masalah sangat sensitif," ujarnya.
Ia mencontohkan, uji coba pemerintah membatasi premium beberapa waktu lalu yang terbukti gagal total dan program konversi minyak ke elpiji juga morat-marit. "Sekarang mau main-main lebih besar lagi dengan pembatasan premium dan solar," katanya.
Sofyano Zakaria juga mengatakan, konsep pembatasan dengan "smart card" belum teruji secara akurat sehingga berpotensi menimbulkan kekacauan.
"Jangan hanya melihat penghematan subsidi BBM saja, tapi harus dilihat ongkos sosial politik yang mungkin ditimbulkannya," katanya.
Alvin menyesalkan, sikap pemerintah yang belum mengajak bicara DPR terlebih dahulu soal pembatasan yang terkait asumsi dasar APBN tersebut.
"Sampai detik ini, pemerintah belum pernah membicarakannya dengan Komisi VII DPR maupun komisi lain di DPR," ujarnya.
Namun, Alvin menyarankan agar kebijakan pembatasan premium dan solar dengan "smart card" dilakukan dengan sensus terlebih dahulu menyangkut siapa dan di mana penggunanya.
Selanjutnya, melakukan uji coba dalam lingkup kecil dan menghitung pula investasi komputerisasi "smart card" dengan penghematan yang didapat.
Sedang, Sofyano menyarankan, agar pemerintah melarang saja mobil mewah menggunakan BBM bersubsidi dengan dukungan berupa peraturan presiden (perpres). Hal lain yang bisa dilakukan adalah mendorong kendaraan umum dan pribadi menggunakan bahan bakar gas (BBG).
"Kedua usulan itu saya kira dampak sosial politiknya tidak akan sebesar jika pemerintah tetap memaksakan pembatasan BBM dengan ’smart card’," ujar Sofyano.
Sebelumnya, Dirut Pertamina Ari Soemarno juga mengkhawatirkan, jika tidak disiapkan dengan matang, maka akan terjadi kekacauan dalam pelaksanaannya. "Kalau terjadi antrian di SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum), nanti Pertamina juga yang disalahkan," katanya.
Menurut dia, Pertamina akan menjadi tumpuan kekesalan masyarakat jika terjadi kekacuan program karena BUMN itulah yang menjual BBM ke konsumen.
Namun, Ari mengatakan, jika disiapkan secara matang dan dilakukan bersama-sama pihak terkait, maka pembatasan premium dan solar bisa dilakukan dengan baik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar