"Obee" merupakan salah satu rumah tradisional yang memiliki fungsi sosial budaya sebagai balai adat masyarakat Sentani, Kabupaten Jayapura.
"Sebagai balai adat, obee berfungsi sebagai tempat penyelesaian berbagai kesepakatan atau perjanjian, pembayaran mas kawin untuk pengantin perempuan dan konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat," ujar Peneliti Balai Arkeologi Jayapura, M.Irfan Mahmud,MSi di Jayapura, Rabu.
Menurut dia, seiring dengan perubahan kehidupan sosial masyarakat, sekarang obee tidak hanya sebagai tempat melangsungkan upacara adat, tetapi juga untuk upacara kematian, pernikahan dan kegiatan sosial keagamaan lainnya.
"Bahkan, beberapa kampung di Sentani juga memanfaatkan obee untuk tempat rapat warga secara teratur," kata Irfan yang juga merupakan Kepala Balai Arkeologi Jayapura.
Dia mengatakan, dengan fungsi sosial budaya tersebut, obee memang didirikan dengan tujuan memenuhi kepentingan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan arti "obee", yang menurut bahasa setempat berarti "untuk semua."
Oleh sebab itu, obee biasanya didirikan di dekat rumah ondofolo atau ondoafi (pemimpin para kepala suku) baik di depan atau di samping rumah orang yang memiliki status sosial tertinggi dalam adat sebagai simbol harga diri adat.
Pada umumnya, satu ondofolo memiliki satu obee yang pengelolaan dan pemeliharaannya sehari-hari berada di bawah wewenang koselo (kepala suku).
Obee dapat dikenali dengan mudah dari ukurannya yang besar, berbentuk rumah panggung tanpa dinding, bersifat publik dan berada di tengah kampung.
Selanjutnya Irfan menjelaskan, dalam konsep budaya Sentani, obee sangat sakral dan berdasarkan ketentuan adat, perempuan dan anak-anak yang belum dewasa tidak boleh memasuki rumah tersebut. "Sekarang, sering kali ada juga yang naik pada hari-hari biasa," katanya.
Selain obee, masyarakat Sentani mengenal rumah "kombo" sebagai pusat pendidikan bagi remaja laki-laki dan "khogo" untuk rumah tinggal.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar