Asma bisa mengakibatkan kematian, tapi kerap disepelekan. Jika pun tidak menyebabkan kematian, asma juga tidak bisa disembuhkan dan hanya bisa dikontrol.
"Untuk mengkontrol asma ada obat yang disediakan. Ini berbeda dengan obat asma biasa," kata Ketua Dewan Asma Indonesia (DAI) Prof. dr. Faisal Yunus, Ph.D, SpP(K), FCCP saat jumpa pers Hari Asma Dunia 2009 dengan tema 'Anda Bisa Mengontrol Asma Anda, Bertindak Sekarang!' di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, Senin (4/5).
Ia mengatakan, konsep penanganan asma masih berorientasi pada pengobatan gejala/serangan asma, bukan pada pencegahan agar serangan tersebut dapat ditekan bahkan dihilangkan. Untuk kondisi ini, istilah yang dipakai adalah Kontrol Asma. Penanganan penyakit ini memerlukan waktu yang panjang.
Selanjutnya, Faisal mengatakan bahwa untuk pengontrolan asma telah dilakukan penelitian tahun 1997. Penelitian tersebut soal manfaat penggunaan secara bersamaan obat bronkodilator (pelega napas) dan controller (pengontrolan) inhalasi/ obat hisap pada penderita asma dengan tujuan khusus pada perbaikan klinis dan biaya pengobatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang menggunakan keduanya secara bersamaan ternyata bisa mengurangi serangan asma, kunjungan ke Unit Gawat Darurat akibat asma dan biaya pengobatan. "Sekalipun demikian, memang obat contoller atau inhalasi itu mahal," kata Faisal. Menurut informasi yang didapat harga obat tersebut berkisar Rp. 250.000.
Pemakaian obat tersebut, jelasnya, tergantung dari derajat asma yang diderita atau tingkat keparahan dari pasien. "Sehari bisa sakali atau dua kali hisap, tergantung derajat asmanya. Dengan pemakaian tersebut satu obat bisa dipakai sebulan," ungkap Faisal. Tingkat terkontrolnya pasien, tambahnya, lamanya juga tergantung derajat asmanya, ada yang 3 bulan/ 6 bulan atau bahkan 1 tahun.
Setelah masa tersebut, masih kata Faisal, pasien akan dilihat apakah obatnya bisa diturunkan dosisnya atau tidak. "Pengobatan ini membuat kualitas hidup penderita asma akan meningkat, jika pengobatannya rutin. Sekalipun pada umumnya mereka seumur hidup mengkonsumsi obat supaya terkontrol tetapi ada juga yang pada akhirnya bebas sama sekali," kata Faisal.
Upaya pengkontrolan asma ini penting dan mendesak untuk dilakukan karena dari data yang disampaikan Faisal, untuk kasus di Asia para penderita asma bisa dikatakan tidak terkontrol. Di Indonesia, 36 persen penderita asma terkontrol sebagian dan 64 persennya tidak terkontrol penuh. Dengan demikian tidak ada yang terkontrol. Kondisi ini mirip dengan yang dialami Thailand, India dan Srilanka.
sumber kompas
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar