Hari Minggu (2 /5/10) pagi, udara di Kawasan Lindung Sungai Lesan terasa sejuk. Bagi yang baru pertama kali ke hutan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur ini tentu menantang untuk dijelajahi. Meski luasnya 11.342,61 hektar, hutan di Kecamatan Kelay, hutan ini menjadi salah satu kawasan konservasi habitat orangutan terbaik di Kaltim.
Dengan mandau dan sepatu bot, hari itu Martin, pemuda Dayak Gaai dari Kampung Lesak Dayak, terlihat ramah memandu sekitar 20 peserta pelatihan Program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) Berau.
"Lihat daun dari Pohon Palawan ini, diremes-remes, lalu cium baunya. Baunya seperti minyak kayu putih. Kami tidak perlu mencari minyak oles jauh-jauh ke kota. Cukup cari daun itu ke hutan ini saja," katanya.
Pohon dengan nama latinnya Tristania whiteana itu ditemukan hanya kurang dari 20 meter saat Martin memulai memandu ke salah satu jalur masuk ke jantung kawasan lindung tersebut. Pohon Palawan hanyalah salah satu kekayaan hutan dataran rendah tersebut.
"Cukup dua kilometer saja jauh menjelajahi hutan ini, kita akan disuguhkan kekayaan alam yang luar biasa," kata Agustina Tandi Bunna, Education and Campaign at The Nature Conservancy (TNC). Selama dua jam memasuki hutan itu, sedikitnya sudah menemukan pohon-pohon berdiamater 50 sentimeter hingga 1,5 sentimeter sebanyak 20 jenis pohon.
Jika kita pernah menonton film-film Tarzan yang sering bergelantungan dengan akar pohon dari satu pohon ke pohon lainnya, di areal bekas konsesi perusahaan pemegah hak pemanfaatan hutan (HPH) ini menemukan pohon serupa. Pohon-pohon itu masuk dalam kelompok Liana.
Pohonnya tidak seperti umumnya memiliki batang yang kuat, Liana justru tumbuh dengan melingkar, merambat, memanjat dan menggantung dengan pohon lainnya. Dari pohon-pohon inilah satwa-satwa arboreal (yang hidup di atas pohon) seperti orangutan leluasa bergerak.
Yang menarik lagi ada jenis pohon seperti nama orang, yakni Anggi. Buahnya berbentuk pipih berwarna cokelat gelap seperti martabak kecil tetapi di atas permukaan kulitnya penuh duri. Nama pohon ini justru di kalangan peneliti sedikit seram, yakni pohon tampar hantu (Sindora wallichii) karena buahnya kalau dipegang, tangan bisa sakit karena terkena duri, kata Adji Rachmad, staf Geografis dan Information System Kelompok Kerja (Pokja) REDD Berau.
Untuk tumbuhan besar, hutan ini didominasi jenis pohon antara lain kelompok Meranti (Shores spp ), Kapur ( Dryobalanops spp), Bengkirai ( Shorea leavis), Kruing ( Depterocarpus confertus), Simpur (Dillenia grandifolia ) dan Ulin (Eusideroxilon zwagerii).
Hutan ini juga punya buah-buahan cukup seperti rambutan hutan, jambu hutan, lai (durian Kalimantan) dan tengkawang. Kondisi membuat habitat golongan primata, mamalia dan burung yang sebagian langka dan dilindungi bertahan baik. Selain orangutan, juga ada bekantan, owa-owa, lutung merah, monyet ekor panjang, beruang, tupai pohon besar, tupai tanah besar, burung enggang, enggang gading, enggang badak dan raja udang kalung biru.
Khusus orangutan, Hutan Lesan menjadi rumah untuk jenis orangutan Kaltim (Pongopygmeus mario ). Ada 45 jenis tumbuhan sebagai pakan primata Kalimantan ini. Departemen Kehutanan Tahun 2007 menyebutkan, di Daerah Aliran Sungai (DAS) Lesan diperkirakan populasinya ada 500 ekor.
Sementara laporan populasi dan habitat orangutan di Kawasan Lindung Sungai Lesan oleh Agustina Tunda Bunna, menyebutkan, sesuai studi umur sarang orangutan oleh TNC tahun 2007, kerapatan populasinya 1,5 ekor per kilometer atau diperkirakan ada 150 ekor. Jumlah ini jauh menurun dibandingkan studi yang sama tahun 2004 di mana kerapatan populasinya ada 4,6 ekor per kilometer persegi atau sekitar 400 ekor yang mendiami kawasan hutan ini.
"Perbedaan data itu terjadi bukan karena populasinya berkurangnya, tetapi masih kurang akuratnya memperkirakan populasi hanya dari menggunaan sarang," kata Agustina Tunda Bunna.
Hutan Lesan sendiri juga menjadi sumber ekonomi yang berharga bagi warga sekitarnya. Hutan ini menghasilkan madu, bahan-bahan obatan seperti pasak bumi, damar (lem untuk penambal perahu), kayu gaharu untuk bahan pembuat parfum dan damar (lem yang digunakan untuk menambal perahu). Satu kilogram gaharu dengan kualitas A atau terbaik, harganya bisa Rp 12 juta, kata Martin.
Karena itulah, ucapnya, hutan ini juga menjadi incaran banyak orang. Ia lalu menunjukkan kerangka dari batang pohon berupa bekas sebuah pondok milik pencari gaharu di pinggiran sungai. Yang menjadi masalah, mereka menebang pohonnya sembarangan, yang muda ikut dibabat, katanya.
Yang juga berat untuk menjaga kawasan ini karena lokasinya terkepung areal HPH, Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan kelapa sawit. Data dari Pokja Program Karbon Berau, ada dua HPH, satu HTI dan lima perkebunan Sawit.
Hutan Lesan sendiri pada awalnya bukanlah kawasan lindung. Kawasan baru menjadi kawasan konservasi setelah ditetapkan peraturan daerah (perda) Kabupaten Berau nomor 3 tahun 2004 tentang tata ruang, di mana kawasan hutan lesan diperuntukkan sebagai kawasan perlindungan terhadap habitat orangutan. Perda itu kemudian diperkuat putusan bupati Berau tahun 251 pada tahun yang sama, yakni pembentukan badan pengelola hutan Lesan untuk melindung orangutan.
Kawasan lindung ini sudah masuk dalam usulan perubahan rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) Kaltim. Saat ini menunggu persetujuan menteri kehutanan sehingga berstatusnya dari lahan budidaya non kehutanan menjadi hutan lindung, kata Tomy S Yulianto, Partnership & Monitoring Coordinator TNC.
Yang jadi persoalan, apakah ada jaminan operasi HPH, HTI dan kebun sawit tidak merusak kawasan lindung tersebut. Ini penting karena tidak cuma soal kelestariannya, juga memastikan tidak merugikan masyarakat yang hidup di dan sekitar hutan tersebut. Sebab, Hutan Lesan itu masuk daerah lima kampung, yakni Lesan Dayak, Muara Lesan, Sidobangen dan Merampun. Pendudukannya mencapai 1.770 jiwa.
Selain berladang dan berkebun, warga setempat menjadikan daerah ini sebagai salah satu penghasil madu alam terbaik di Berau. Sayangnya, kini warga mengeluh makin sulit memanen madu alam karena makin berkurang jumlah sarang lebang di pohon-pohon benggaris. Kesulitan itu bukan karena pohon bengkaris banyak ditebangi, tetapi karena pohon-pohon penghasil bunga dibabat menjadi kebun sawit.
Menjaga kelestarian hutan Lesan, kata Lex Hovani, Penasehat untuk Program Karbon Hutan TNC, bukan soal mau dapat dana REDD dari berbagai negara yang peduli karbon, tetapi ada atau tidak ada dana itu, pelestarian hutan tetap penting bagi daerah tersebut.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar