Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita H Legowo, kemarin, menyatakan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi akan dilakukan untuk kendaraan tahun produksi di atas 2000. Ucapan ini tampaknya masih dini dan baru dibahas dalam taraf internal departemen terkait.
Selain itu, diutarakan juga opsi lain yakni menjual BBM bersubsidi, premium dan solar hanya untuk kendaraan umum. Sebenarnya, kedua wacana ini sudah mulai bergulir dengan skema kartu pintar (smart card) pada September 2008 silam.
Bahkan, hingga kini proyek percontohan sudah dilakukan di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau sejak tahun lalu berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 45/2009, tentang pendistribusian BBM bersubsidi dilaksanakan melalui sistem tertutup secara bertahap.
Namun, karena ada permasalahan teknis dan terhalang biaya yang besar, kemudian lahirlah opsi lain. Penerapan wacana baru ini akan menggunakan stiker tahun produksi mobil dan merangkul kepolisian sebagai penegak hukum di lapangan.
Terkait masalah ini, Edy Putra Irawady, Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan mengatakan belum ada ajuan resmi dari pihak Kementerian ESDM terkait masalah ini. Di luar negeri, jelasnya, banyak pemerintahan yang memaksimalkan pajak kendaraan yang diproduksi pada tahun tertentu untuk mengalihkan mobil lawas ke luar perkotaan.
"Kita tunggulah munculnya nanti di Kordinator, karena harus sinergi dengan pengematan subsidi, lingkungan, juga perkembangan industri," ujar Edy kepada Kompas.com, hari ini.
Di pihak lain, Kementerian Perindustrian (kemenperin) selaku lembaga pembina industri otomotif nasional mengaku belum diajak bicara terkait rencana pembatasan konsumsi premium dan solar bersubsidi. Budi Darmadi, Direktur Jenderal Alat Transportasi dan Telematika Kemenperin mengatakan, "Saya baru mendengar beritanya hari ini. Tentu akan ada pembahasan lanjutan dan kita akan ikut serta. Saya akan cari tahu dulu, jadi masih belum bisa berkomentar lebih lanjut," jelas Budi.
Sementara itu, Ketua III Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Johnny Darmawan, enggan mengomentari rencana pemerintah terkait hal itu. Dirinya lebih memilih diam sambil melihat perkembangan. "Saya no coment saja dulu," ujarnya singkat.
Dari APBN, realisasi subsidi BBM sepanjang 2007 lalu mencapai Rp83,8 triliun dan terus melonjak menjadi Rp139,1 triliun pada 2008. Tahun berikutnya, realisasi subsidi BBM turun menjadi Rp45 triliun dan anggaran yang disiapkan pemerintah untuk tahun ini mencapai Rp89,3 triliun.
Pihak pemerintah mulai mengurangi subsidi BBM untuk konsumen secara bertahap dengan target di 2014-2015 penghapusan sudah bisa efektif dilakukan. Artinya, harga premium akan mengikuti harga di pasar, seperti yang terjadi saat ini pada BBM non subsisi, Pertamax dan Pertamax Plus.
Pada tahun ini, sejumlah pebisnis otomotif nasional optimis dengan pekermbangan pasar yang signifikan karena perbaikan ekonomi. Bahkan, Gaikindo menargetkan pasar nasional akan mampu menembus angka 1 juta unit pada 2015 mendatang, dengan catatan tanpa ada gangguan pasar. Nah, apa dengan bergulirnya wacana ini masih bisa dicapai pertumbuhan pasar itu, kita tunggu saja.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar